Rabu, 27 Mei 2009

REFLEKSI 3 TAHUN GEMPA JOGJA

Rabu, 27 Mei 2009 |

Gempa bumi dahsyat yang mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah sabtu pagi, 27 Mei 2006 3 tahun yang lalu sungguh memberikan pelajaran yang begitu besar bagi kita semua. Saat perhatian sebagian besar masyarakat di Yogyakarta (bahkan di negara ini) terpusat pada aktivitas Gunung Merapi yang menggeliat nun jauh di utara sana, eh... bencana malah datang sekonyong-konyong dari gegar bumi yang bermula di titik pantai di Kabupaten Bantul, di selatan Jogja, membesut ke arah timur laut hingga Imogiri, Piyungan, Prambanan, Gantiwarno (Klaten) dan Wedi (Klaten). Tak satupun orang menyangka akan sedemikian uniknya perilaku alam yang akhirnya memorakporandakan kawasan Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan ini. Lebih dari lima ribu nyawa melayang, puluhan ribu lainnya terluka. Ribuan rumah dan bangunan rusak dan roboh, kerugian finansial tak terperi besarnya, belum lagi segi dan sendi kehidupan yang menentukan hajat hidup orang banyak pun ambruk terganggu selama beberapa waktu dan sepertinya masih memerlukan waktu beberapa saat ke depan untuk recovery menuju kembali ke keadaan semula.

Ada banyak peristiwa menarik dan unik yang terjadi selama bencana terjadi. Jelas, lebih banyak yang memilukan dan memprihatinkan. Akan tetapi kalau kita cermati secara lebih jelas dan mendalam, ada begitu banyak nilai-nilai kemanusiaan yang meruah, nyata ditampakkan dalam beberapa sudut. Nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini begitu tampak terhimpit, tertindih, terlindas dan kadang terasa hampir hilang oleh karena deru aktivitas dan kesibukan manusia dalam mengejar 'cita-cita hidup di dunia'. Tapi kita salah! Ternyata nilai-nilai positif manusia itu masih ada dan kentara begitu besar, khususnya ketika kita menghadapi kesulitan dan kepedihan yang mendalam seperti sekarang ini karena bencana alam.

Ada nilai persatuan yang mungkin selama ini lambat laun dipergunjingkan keberadaannya. Perbedaan hendak diperdebatkan dalam konteks apapun. Agama, suku, golongan, kepentingan dan lain-lainnya. Akan tetapi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, kawasan yang tertimpa bencana, kami bersatu dalam rasa, berpadu dalam situasi dan kondisi bencana yang tak mengenakkan ini. Kami semua mengenakan "kemeja" yang sama, manusia! Persaudaraan kembali kentara dan seperti menjadi penanda bagi bagian bangsa lain di tempat lain, bahwa persatuan memang mutlak diperlukan untuk selama-lamanya. Di lokasi bencana, tak jarang kita temui perwujudan persatuan itu dari kegotongroyongan masyarakat dalam kebangkitannya menghadapi hari-hari pasca gempa. Gotong-royong, sesuatu yang selama ini nyaris hanya menjadi jargon semata, telah terbukti nyata ada diantara jiwa para korban bencana. Gotong royong telah mengakar. Tak berlama-lama lelap dalam kesedihan, kami dan mereka semua menyingsingkan lengan dan berpadu bangkit kembali, bersama-sama!


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

 

Pengurus Karangbendo